Catatan Diskusi “Keberlanjutan Pasar Santa”, 22 Maret 2015 @Pasar Santa

Berikut rangkuman dari diskusi hari Minggu lalu, yang telah ditembuskan kepada seluruh pembicara:

1. Djangga Lubis, Direktur Utama PD Pasar Jaya

2. Dian Estey, Ketua Perkumpulan Pedagang Pasar Santa

3. Marco Kusumawijaya, Direktur Rujak Center for Urban Studies

4. Triawan Munaf, Kepala Badan Ekonomi Kreatif

Adapun beberapa hal pokok yang disepakati bersama dalam diskusi tersebut:

1. Bahwa Pasar Santa berkesempatan menjadi model ruang publik alternatif dan inkubator UKM serta kegiatan kreatif lainnya jika berbagai jenis pedagang dari berbagai latar belakang dapat terus hidup berdampingan.

2. Bahwa Pasar Santa hanya dapat berkembang jika tidak ada pedagang lama yang harus tergeser karena tak sanggup membayar sewa yang terus naik karena tingginya permintaan kios. Jika tidak, maka seperti kasus-kasus gentrifikasi yang telah jamak terjadi di kota-kota besar lain di dunia, Pasar Santa pun akan kembali mati atau stagnan.

3. Bahwa solusi penting yang diperlukan saat ini adalah adanya sebuah mekanisme yang dapat mengontrol melambungnya harga sewa kios sehingga pedagang yang ada sekarang dapat bertahan.

Adapun tindak lanjut yang disepakati dalam diskusi tersebut:

1. Bahwa PD Pasar akan melakukan penilaian untuk menentukan harga yang wajar untuk kios di Pasar Santa dengan menggunakan pihak independen dengan juga melibatkan pedagang pasar.

2. Setelah harga sewa yang wajar ditentukan, PD Pasar Jaya bekerja sama dengan pihak pedagang akan dalam mensosialisasikan harga sewa ini.

3. Disepakati pula bahwa untuk kontrak sewa dan jual beli kios, dokumen sewa dan jual beli harus diketahui pihak PD Pasar Jaya. Dan untuk penjualan/penyewaan yang dilakukan PT IWN agar diprioritaskan kepada pedagang lama dan diketahui oleh PD Pasar Jaya.

4. Pak Triawan juga menyampaikan wacana kemungkinan adanya skema subsidi terhadap usahawan baru di Pasar Santa. Konsep ini akan digodog lebih lanjut di Badan Ekonomi Kreatif. Pak Triawan pun akan menyampaikan perkembangan isu pasar santa ini sebagai salah satu laporan beliau ke Presiden.

Terkait penentuan harga wajar kios ini, bersama email ini saya sampaikan pula hal yang menurut kami di Perkumpulan Pedagang Pasar Santa perlu untuk dibahas lebih lanjut:

1. Saat harga sewa kios yang wajar ditetapkan, perlu dipikirkan payung regulasi sehingga penerapan kontrol harga ini bisa menjadi efektif. Tanpa sebuah terobosan berupa aturan harga sewa yang mengikat dan sosialisasi yang intensif untuk semua kios baik yang sekarang masih ada ditangan PT IWN maupun yang telah dimiliki perorangan, dikhawatirkan harga sewa tetap tidak bisa dikontrol.

2. Metode penilaian harga sewa pun perlu dipikirkan dengan masak-masak. Kami dari pihak pedagang merasa penilaian kios per kios akan cukup sulit dan memakan waktu yang panjang. Untuk itu kami mengusulkan penetapan kenaikan yang dibedakan per lantai sama seperti implementasi tarif sewa yang flat pada tahun 2014 kemarin. Kami menyepakati bahwa dengan perkembangan Pasar Santa sekarang, harga kios di lantai atas memang sepantasnya lebih tinggi dari lantai lainnya. Untuk itu, kami mengusulkan kenaikan wajar sebesar 10-20% kenaikan untuk lantai basement dan bawah dari harga sekarang yang berkisar di Rp. 5jt-6jt/tahun/kios menjadi 6-7juta/tahun. Sementara untuk lantai atas bisa diterapkan lebih tinggi menjadi 8-9jt/tahun.

Demikian catatan kami atas diskusi yang telah berlangsung dengan baik. Kami meyakini Pasar Santa memiliki potensi yang besar sekali yang jika dikelola dengan baik bisa menjadikannya tidak hanya model sebuah pasar tetapi juga sebuah ruang publik alternatif yang begitu dibutuhkan warga Jakarta.

Kami dari Pihak Perkumpulan Pedagang Pasar Santa siap untuk terus berkoordinasi dan juga ikut berkreasi dengan ide-ide kreatif untuk kemajuan Pasar Santa itu sendiri.

Catatan Diskusi “Keberlanjutan Pasar Santa”, 22 Maret 2015 @Pasar Santa

Presentasi Marco Kusumawijaya dari Rujak.org

Diskusi Pasar Santa 22/3/15
Diskusi Pasar Santa 22/3/15

Mari lihat presentasi Marco Kusumawijaya dari Rujak Center for Urban Studies pada diskusi “Keberlanjutan Pasar Santa” pada hari Minggu, 22 Maret 2015 di Basement Sayuran Pasar Santa

kunjungi :  http://bit.ly/marco4santa

Presentasi Marco Kusumawijaya dari Rujak.org

Siaran Pers : Tantangan keberlanjutan Pasar Santa sebagai ruang publik alternatif di Jakarta

“Ngobrolin Pasar Santa” Mendengar kembali suara tentang Pasar kita. Foto oleh Yunaidi Joepoet/National Geographic Indonesia @yunaidijoepoet

Jakarta, 23 Maret 2015 – Selama enam bulan terakhir, Pasar Santa menjadi sorotan publik karena berubah dari pasar yang sepi menjadi salah satu tujuan kunjungan populer di Jakarta.

Tantangan muncul karena seiring tingginya minat akan kios-kios di Pasar Santa harga sewa dan jual kios pun terus meningkat. Hal ini berdampak pada kelanjutan usaha sebagian besar pedagang kecil di Pasar Santa yang terancam tergusur karena tidak lagi sanggup menjangkau harga sewa yang dapat membubung tinggi.

Untuk mencegah hal ini, perkumpulan pedagang pasar santa melakukan kampanye #SustainableSanta salah satunya melalui petisi di http://www.change.org/sustainablesanta yang meminta pemerintah untuk melakukan kontrol terhadap harga sewa kios sehingga usaha-usaha kecil Pasar Santa tidak tergusur oleh spekulan dan pemilik modal yang lebih besar yang dapat membayar harga sewa/jual kios dengan harga yang jauh lebih tinggi. Informasi dan cerita lebih lanjut mengenai kampanye ini bisa diperoleh di http://www.pasarsantablog.wordpress.com

Sebagai bagian dari kampanye tersebut, pada Minggu 22 Maret 2015 bertempat di lantai dasar Pasar Santa dilakukan diskusi antara para pedagang bersama pihak-pihak terkait membahas hal-hal yang perlu diperhatikan untuk menjaga kelangsungan Pasar Santa. Hadir dalam diskusi Direktur Utama PD Pasar Jaya, Djangga Lubis, Kepala Badan Ekonomi Kreatif, Triawan Munaf, Marco Kusumawijaya Direktur Rujak Center for Urban Studies, serta para pedagang pasar. Pedagang Pasar Santa diwakili oleh Dian Estey dan Teddy W Kusuma, Ketua serta pengurus Perkumpulan Pedagang Pasar Santa.

Diskusi tersebut menyepakati bahwa perkembangan pasar Santa adalah hal baik yang harus dijaga keberlanjutannya. Pasar Santa dapat menjadi salah satu model pengelolaan pasar sekaligus sebuah ruang publik alternatif dimana usaha dan kegiatan kreatif anak muda dapat berdampingan dengan pedagang-pedagang tradisional yang telah menjalankan usaha di pasar sejak dahulu. Untuk itu upaya-upaya yang cepat dan tegas diperlukan untuk mencegah tergusurnya usaha kecil di Pasar Santa oleh pemilik modal yang lebih besar.

Apa yang dialami Pasar Santa dapat menjadi semacam “kopi pahit” karena ia jadi korban dari kesuksesannya sendiri. Harus ada peraturan tentang harga sewa yang rasional untuk para pedagang dan PD Pasar jaya harus segera mencari solusinya.” Kata Marco Kusumawijaya

Beragam industri kreatif anak muda di Pasar Santa harus bisa dikembangkan, tetapi di saat yang sama pedagang lama juga harus dipertahankan.” Ujar Triawan Munaf.

Direktur Utama PD Pasar Jaya, Djangga Lubis mengatakan pihaknya akan segera mencari solusi untuk hal ini. Djangga Lubis mengatakan, “Saya akan menugaskan konsultan independen untuk menaksir harga sewa yang wajar untuk kios-kios di Pasar Santa. Dalam proses itu, pihak pedagang juga akan dilibatkan.”

Terhadap tindak lanjut yang disampaikan Djangga Lubis, Ketua Perkumpulan Pedagang Pasar Santa, Dian Estey, mengatakan: “Kami menyambut baik tawaran PD Pasar Jaya untuk bersama-sama mendiskusikan harga sewa yang ‘wajar’. Kami berharap hal ini dapat segera terealisasi dan PD Pasar Jaya juga dapat memberikan payung regulasi terkait harga sewa untuk melindungi semua pedagang yang saat ini ada di Pasar Santa.”

Bersama dengan semakin banyaknya masa sewa pedagang Pasar Santa yang akan habis di pertengahan tahun ini, solusi yang cepat dan tegas dari PD Pasar Jaya sangat diperlukan untuk tetap mempertahankan fungsi pasar sebagai tempat usaha bagi UKM dan tak satu pun pedagang lama yang terpaksa harus menghentikan usahanya karena tak sanggup menjangkau harga sewa yang membumbung.

——————————–

Kontak Perkumpulan Pedagang Santa : pasarsanta@gmail.com

Siaran Pers : Tantangan keberlanjutan Pasar Santa sebagai ruang publik alternatif di Jakarta

“Apa Yang Perlu Kamu Tahu Tentang #SustainableSanta”

*English version at the end.

photo by CatatanFani
photo by CatatanFani

Jauh sebelum kampanye #SustainableSanta dimulai, kami banyak menerima pertanyaan mengenai Pasar Santa, keberadaan kami di pasar ini, dan banyak hal terkait lainnya.

Di bawah ini adalah beberapa jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang paling sering kami dapatkan.

1.Kenapa Pasar Santa?

Kami cinta pasar. Kami suka berkeliaran di pasar-pasar baik di Indonesia maupun di tempat-tempat lain yang kami kunjungi. Dan tentu, tawaran harga sewa yang diberikan saat itu pas di kantong. Harga yang terjangkau itu memang datang dengan tantangan tersendiri membawa pelanggan ke pasar dan kami memutuskan untuk mengambil tantangan ini.

2. Lalu, apa yang terjadi?

Kami memulai usaha kami di Pasar Santa tanpa rencana besar; dan kamipun tumbuh secara organik. Sambutan hangat yang diterima datang di luar perkiraan kami. Dalam waktu singkat, hampir seluruh kios di lantai atas telah terisi dan permintaan akan sewa kiospun terus mengalir. Tingginya permintaan tentu menaikan harga sewa kios dan memarjinalisasi mereka yang telah ada di pasar Santa sebelum kami.

3. Kalau memang begitu, mengapa kalian tidak pindah keluar dari Pasar Santa?

Andai jawabannya bisa semudah itu.

Secara sederhana, walaupun kami beberes dan pindah besok, tidak akan banyak menolong, karena, seperti yang telah kami sampaikan di atas, permintaan akan kios di pasar Santa saat ini sangat tinggi, dan kebanyakan dari permintaan ini datang dari mereka yang tidak banyak tahu mengenai sejarah Pasar Santa dan perubahan-perubahan yang terjadi di dalamnya. Peminat kios di Pasar Santa saat ini bersedia menyewa kios dengan harga yang sudah melambung dan kami juga menemukan semakin banyak spekulan maupun bisnis-bisnis besar yang ingin masuk ke lingkungan Pasar Santa. Membiarkan mereka masuk akan semakin memperburuk keadaan.

Walaupun banyak yang menganggap kenaikan harga kios sepertinya tidak akan terlalu mempengaruhi pedagang-pedagang muda di Pasar Santa, ternyata banyak dari mereka yang menggantungkan hidupnya di Pasar.

Jadi, walaupun beberapa dari kami memiliki pilihan untuk meninggalkan Pasar Santa apabila kami tidak lagi sepakat dengan cara Pemda DKI dan PD Pasar Jaya menangani permasalahan Pasar Santa, banyak yang tidak memiliki pilihan yang sama. Kami masih percaya bahwa penyelesaian yang bijak dari sisi Pemda dan PD Pasar Jaya dapat membantu Pasar Santa berkembang dengan sehat dan baik karena pedagang baru maupun lama dapat saling bekerjasama untuk kemajuan Pasar yang dapat dinikmati oleh semua.

4) Berapa banyakkah kenaikan sewa saat ini dan bukankah ini suatu fenomena normal dalam sistem kapitalis (Mekanisme Pasar)?

Mengenai kenaikan sewa saat ini memang sangat relatif karena tidak adanya standar tertentu yang dapat kami gunakan dengan adil. Perlu dipahami bahwa walaupun PD Pasar Jaya yang bertanggung jawab dalam manajemen pasar, saat ini tidak memiliki satu kiospun di Pasar. Kios-kios dimiliki oleh pemilik pribadi dan perusahaan pengembang swasta yang saat ini menggunakan berbagai cara untuk meningkatkan harga sewa dan harga jual kios. Pasar Jaya sejauh ini belum mampu secara efektif menanggulangi hal ini. Walaupun perwakilan PD Pasar Jaya di Santa sudah sangat terlibat dan juga prihatin dengan situasi saat ini, beliau sangat membutuhkan dukungan regulasi dan kekuasaan dari pihak yang lebih tinggi.

Apakah ini bentuk Kapitalisme? Pertama, PD Pasar Jaya berwenang atas pasar dan sebagai bagian dari pemerintah, Pasar Jaya memiliki tanggung jawab untuk memastikan perkembangan pasar yang positif bagi komunitas pasar maupun sekitarnya (walaupun ini sebenarnya merupakan tanggung jawab semua bisnis, tanggung jawab Pasar Jaya sebagai bagian dari Pemerintah mungkin lebih dapat dipahami).

Secara lebih eksplisit, Pasar Jaya di websitenya menyatakan bahwa salah satu misinya adalah untuk memberikan prioritas kepada pedagang lama untuk dapat memajukan usahanya. Inilah yang saat ini tidak terjadi di Pasar Santa.

Yang kedua, terlepas dari apakah Pasar Jaya merupakan BUMN, kapitalisme seharusnya adalah mengenai keterbukaan informasi dan kesempatan bisnis yang sama alias a fair playing field. Saat ini tidak ada standar yang digunakan untuk menjamin kenaikan harga kios, harga kios, persyaratan kontrak, dll. Penyebaran informasi juga tidak terjadi secara terbuka dan jujur. Ini semua adalah contoh atmosfer bisnis yang tidak sehat baik untuk bisnis maupun secara umum.

Photo by Dreamersradio
Photo by Dreamersradio

5) Apakah kalian menentang para korporat besar dan berusaha menjadikan Santa sebuah pasar yang “eksklusif”?

Pertanyaan ini sering kami terima karena banyak kegiatan kampanye kami bertujuan untuk melindungi pedagang lama dan juga karena kami ingin mengurangi kehadiran promosi para korporat besar di dalam lingkungan Pasar.

Kami tidak anti korporat besar.

Kami percaya bahwa bisnis korporasi memiliki peran penting dalam perekonomian kita. Walaupun begitu, tidak kemudian berarti tidak adanya limitasi atas pengaruh dan bagaimana mereka beroperasi. Pasar menyediakan dua hal; tempat berjualan dan ruang alternatif dibandingkan dengan pusat perbelanjaan, supermarket atau toko pinggir jalan.

Pasar unik dalam dua hal penting: 1) tujuan dan fungsinya tidak selalu mengenai uang, 2) Pasar adalah ruang semi-publik. Pasar hadir untuk menyediakan tempat dan kesempatan bagi pedagannya menawarkan berbagai barang kebutuhan dalam harga wajar. Pasar juga ruang yang cenderung berorientasi komunitas. Kami percaya pentingnya mempertahankan aspek-aspek penting tersebut yang membedakannya dengan tempat lain.

Sustainability membutuhkan usaha yang konstan dalam hal perencanaan, manajemen, dan pertimbangan peran dan pengaruhnya untuk semua stakeholder. Kami berharap bahwa Santa dapat memberikan pelajaran penting dan contoh untuk banyak pasar lainnya di seluruh negeri. Tentunya dengan peran aktif kita dalam mengelola perkembangan pasar yang positif.

6) Apakah kehadiran pedagang baru telah membantu bisnis pedagang lama?

Apabila tidak, mengapa harus mendukung petisi #SustainableSanta?

Pertanyaan ini seharusnya tidak ada hubungannya dengan isi petisi #SustainableSanta karena yang diusung petisi ini adalah perlindungan terhadap SEMUA pedagang supaya tidak ada yang “tergusur”.

Kembali ke pertanyaan apakah kehadiran pedagang baru membawa peningkatan bisnis bagi pedagang-pedagang yang sudah lebih dulu ada, jawabannya adalah ya, mungkin sedikit. Untuk kebanyakan pedagang Pasar Santa, bisnis mungkin tetap seperti semula. Ini kemudian membawa kita ke tantangan terbesar dalam perwujudan “Sustainable Santa”. Bagaimana istilah ini bisa diwujudkan lebih dari sebuah ajakan kepada berbagai macam orang untuk datang kembali ke pasar, namun juga untuk mengajak orang untuk melihat pasar sebagai tempat pemenuhan kebutuhan – primer dan sekunder.

Berbagai ide sudah ada dalam rancangan kami bersama namun cepatnya perkembangan pasar santa dan munculnya masalah-masalah yang lebih mendesak, membuat banyak dari ide-ide ini belum dapat direalisasikan. Tetapi semua ini tetap menjadi bagian yang terintegrasi dalam kampanye #SustainableSanta karena semua usaha ini tidak akan ada artinya kalau pedagang-pedagang yang dimaksud sudah terusir keluar.

Kami menyadari semua ini merupakan perjuangan panjang yang tidak akan berhenti di petisi ini. Kami juga menyadari bahwa perwujudan pasar yang seimbang dan sehat membutuhkan komitmen dan kerja keras dari semua pihak. Termasuk Anda.

========

English

“What You Need to Know about #SustainableSanta”
24Hour Comic Challenge, photo by Post
24Hour Comic Challenge, photo by Post

Even before we started our #SustainableSanta campaign, many questions have been asked about Pasar Santa and, our existence.

We have compiled some of the most frequently asked questions, and provided some answers, below.

1. Why Pasar Santa?

We love hanging out in local markets both in Indonesia and abroad. They are great opportunity to meet local people and experience the local culture. We love Indonesian Pasars have a special connection with their local communities. Pasar Santa is a market that some of us have frequented and enjoyed for years, and we saw an opportunity on the top floor to try something different. And yes, it was affordable, so we thought “why not?”. The rent we were offered at the time was affordable and fit our bills. The initial challenge became bringing customers in to the marketand we decided to rise up to the challenge.

2. Then what happened?

We started off without any grand plans; things grew organically. The warm response we saw after just the first few months was certainly unexpected. Soon, all the stalls were filled and the continued outpouring of interests continues. This has inadvertently caused the prices of stalls to rise and marginalized the tenants who were already there before us.

3. If that’s the case, why don’t you move out?

If only things were that simple, we would move out.

Quite simply, if some of us started to pack up and leave, it wouldn’t help the situation. There’s a whole batch of people waiting for a chance to have a kiosk in Pasar Santa, most of whom don’t know or understand the background of the market and the changes that have been happening, and who are willing to pay inflated rents just to be a part of what has become such a popular market. It’s important to also understand that there are an increasing number of more corporate businesses trying to get a space at Santa, and that letting in more of these types of businesses will exasperate the issues we’re talking about here.

Additionally, even though most of the newer tenants don’t face the same kind of risk as the older tenants if rent prices continue to go up, for many new tenants Santa has become their primary form of income as well. So while leaving the market is something that many of us could do if were are unhappy about the direction of Pasar Santa and how PD Pasar Jaya and the Jakarta government are managing its development, for those that have committed their income to their kiosk in Santa that is a much more difficult action to take.

While this current issue with rent increases and tenant removal is a serious threat to older tenants, if we are able to get more proactive management and a set of fair standards for kiosk procurement and development, newer tenants do offer the potential for helping develop new initiatives at the market that could improve business for both older and newer tenants.

2) How much has rent increased? And isn’t this just how capitalism works?

Regarding rent increases, it depends because there is no standard being employed for this. While PD Pasar Jaya is in charge of the pasar’s management, it does not own any of the kiosks. Most of the kiosks are owned by a private developer, who has been employing a variety of means on a case by case basis to increase rent and kiosk prices. Pasar Jaya has thus far been unwilling or unable to effectively regulate the current situation. While Pasar Jaya’s representative at Santa is very involved and concerned with the changes at Pasar Santa, he does not have the higher level support or power to deal with many of these issues.

Is this capitalism? First of all, Pasar Jaya manages the market and as a state-owned enterprise they have a responsibility (yes, just like we do) to ensure positive development for their markets that benefits the whole community. [Actually, all companies should have this responsibility but since Pasar Jaya is connected to the government at least the responsibility is more understood].

Photo by Republika 2012
Photo by Republika 2012

Even more explicit, one of Pasar Jaya’s functions according to their own website is to give “priority to the rights of the older merchants to achieve new business development.” This priority is not being provided for right now at Pasar Santa.

Secondly and regardless of Pasar Jaya being a state-owned enterprise, capitalism is still supposed to be about the open availability of information and a fair playing field. There are currently no standards being employed for rent increases, for kiosk pricing, for contract terms, etc. Information is not being shared freely or honestly. This is not good or fair for tenants or for business in general.

3) Are you anti-big business and trying to make Santa an “exclusive” market?

We have been asked this both because of this campaign’s efforts to protect older tenants and because we have tried to limit the amount of corporate promotion and presence in the market. Still, we’re not anti-big business. We understand that large businesses serve important functions for the economy. However, that doesn’t mean there shouldn’t be limitations on their influence and where they can function. Pasars provide both an alternative marketplace, and an alternative space, compared to malls, supermarkets, and corner stores. They are also unique in two important ways: 1) their primary goal and function is not profit; and 2) they are in general semi-public spaces. Pasars exist to provide and help develop opportunities for their sellers, and to offer a variety of goods to the public at fair prices. They are also very much community-oriented spaces. We believe it’s important to protect those aspects of a pasar that distinguish it from other marketplaces, and to promote those aspects which can help it develop and survive as a space that is focused on its community.

Sustainability requires consistent efforts around forward planning, management, and considering the roles of and impacts for all stakeholders. We hope that eventually Santa can provide some positive lessons and examples for pasars across the country, but this means we need to take a very active role in managing the market’s development.

4) Has the business of the older tenants improved since the newer tenants
arrived? If not, what is the point of the petition?

This question shouldn’t affect a decision to support or not support our campaign because our basic aim is to ensure that older tenants aren’t being forced out. Whether or not we’ve had a positive effect on older tenant business, people should still care that tenants are starting to be kicked out. You can support the campaign and still be concerned about the long-term impact that the newer tenants are having on the market.

Ok, but back to the question: has business improved for older tenants? For some sellers, the answer is probably yes, a little. For most though, business seems to be about the same as always – slow. This brings us to one of the biggest challenges related to the long-term sustainability of Santa as a “pasar”: not only encouraging more people, and different types of people, to come to a pasar, but also getting them to consider shopping at the older tenants as well as at newer kiosks. This was one of the main reasons many of us decided to open a kiosk in Pasar Santa in the first place – to try to encourage different crowds to come into a market and to over time change people’s attitudes about this pasar and pasars in general. With the speed that the market has developed recently, and with how crowded the market gets now on weekends, it has been difficult to focus as a group on this aspect of a sustainable Pasar Santa. As part of this campaign, we are already working to refocus on this aspect. This sustainability certainly won’t happen though if many of the older tenants get kicked out of the market. This campaign is a key piece if Santa is going to become a sustainable pasar. Still, we do recognize that this is just the first step of a much longer process to improve the situation in the market for everyone and to have a healthy balance of older and newer tenants who are supportive of each other.

*) Text by Steven Ellis and translated to Bahasa by Dian Estey

“Apa Yang Perlu Kamu Tahu Tentang #SustainableSanta”

Mimpi Dalam Botol

kami anak pasar

“Kalau kenangan kita bisa dimasukan dalam botol, pasti sudah berkrat-krat botol ini. Teman yang belum setahun kenal, menghilang satu-satu seperti dalam sekejap” – Homie, Anak Pasar

Perlahan tapi pasti, kalimat ringan yang keluar dari mulut Homie ini semakin terasa nyata. Kios yang ditempati Homie sendiri pun saat ini sudah berpindah tangan dua kali. Homiepun harus pindah dari kiosnya di bulan-bulan mendatang ini ketika kontrak sewanya habis.

Kurang dari setahun lalu, kami seliweran di lorong-lorong pasar yang sepi dan gelap membawa sepotong mimpi dan harapan untuk bisa menciptakan sebuah ruang alternatif. Sebuah ruang di tengah kota yang semakin tak terjangkau, dimana mimpi-mimpi kecil kami bisa memiliki kesempatan untuk tumbuh.

Sebagaimana layaknya sebuah bisnis, tentunya kami pun menghitung resiko yang kami hadapi.

Yes, the odds are against us but it comes at the risk we felt comfortable to bear.

And so we started.

Satu persatu kamipun mulai membuka pintu untuk pelanggan yang tak pernah kami bayangkan akan datang dari mana.

Modal kami hanya smartphones pribadi, akun social media dan ide-ide kreatif. Perlahan tapi pasti, semakin banyak yang mau menyempatkan diri untuk datang ke pasar kami. Kenyamanan pendingin udara dan wifi, kami gantikan dengan tawa dan uluran persahabatan. Walau awalnya banyak yang masih canggung untuk berbagi meja dengan strangers, akhirnya banyak persahabatan yang lahir justru dari kecanggungan-kecanggungan ini.

Lorong-lorong gelap ini pun kemudian kembali memiliki hidup. Penuh dengan wara wiri orang dan obrolan yang seringnya tak penting. Satu persatu, teman-teman kami pun bertambah. Banyak juga yang kemudian meninggalkan pekerjaan tetapnya untuk bisa lebih fokus menghidupkan benih mimpi yang kini mulai terlihat hidup.

Kami datang ke Pasar Santa sebagai tamu yang diterima dengan baik oleh penghuni pasar sebelum kami. Kami datang dengan mimpi-mimpi kami dan ide-ide idealisme yang mungkin terdengar naïf.

Kami ingin dapat berdampingan dengan mereka yang sudah lebih dahulu ada di pasar ini. Kami ingin mimpi kami bisa tumbuh di suatu ruang yang sarat dengan memori masa kecil kami. Kami ingin dapat belajar dan tumbuh bersama mereka yang jauh lebih berpengalaman daripada kami. Kami ingin memiliki kesempatan untuk dapat sebaliknya juga menjadi berguna bagi mereka yang ada sebelum kami.

Membawa pasar yang termarginalisasi secara sosial kembali ke center stage bukan untuk kemudian merubahnya menjadi korban gentrifikasi.

Kami percaya pada kekuatan ekonomi kerakayatan untuk pertumbuhan yang lebih merata dan berkesinambungan. Kami percaya pada peran pasar sebagai inkubator ekonomi bukan untuk ajang lomba penanam modal dan arena main spekulan.

So you have the money to spend?

Tolong jangan gunakan uang kamu untuk menyewa atau membeli kios di pasar kami dengan harga di atas rata-rata. Mungkin harga ini tidak seberapa dibanding harga sewa di mal, tapi inilah yang membuat teman-teman kami akan terusir.

Kami ingin dapat membantu teman-teman lain yang juga memiliki ide-ide kreatif dengan menciptakan ruang-ruang alternatif lainnya.

Make your own Pasar Santa and make it sustainable.

Help us make ours sustainable.

Kalau kamu setuju dengan apa yang kami perjuangkan, dukung kami dengan meluangkan sedikit waktu kami untuk menandatangani petisi anak pasar.

Salam hangat dari #anakpasar

Mimpi Dalam Botol

Coexistence with Sustainable Pasar Santa

Muhammad Hilmi (H) from Whiteboard Journals talks to Intan Anggita Pratiwie and Aria Anggadwipa of the Sustainable Pasar Santa Movement (S). Find the interview here.

photo from whiteboardjournals

For a year now, Pasar Santa has become one of the most interesting destination for creative entrepreneurship, becoming one of the coolest new destinations in Jakarta due to its 2nd floor. This popularity isn’t without its problems – as more people are becoming interested in the market, the rent prices are set to quickly rise, which may result in the displacement of the older tenants who cannot afford the fee. Sustainable Santa is a movement that want to create harmonious Pasar Santa.

H: Could you explain what is happening at Pasar Santa?

S :
We, as a part of the Pasar Santa association, see that Pasar Santa is heading towards a damaging path – the uniqueness of Pasar Santa is facing a big threat. The atmosphere of Pasar Santa as a melting pot for music fans, artists, coffee enthusiasts, greengrocers, tailors, to gold traders is in peril. Though its diverse ambiance is the main element of what makes Pasar Santa as it is right now, this diversity is at risk. The potential of this market attracts many people, including ones with selfish individualistic agendas. Some people come with a certain amount of capital and see the market only as a business opportunity and ignores the real vision and ideology. Sadly this is happening to our Pasar Santa. PD Pasar Jaya, who is responsible for this market, is ignoring the needs of filtering the tenants. Those people with the big amount of capital will take up the space of small traders, and we think that if it happens, it will wipe out the joy of this very market. We did have an unwritten agreement with the owner of the market when we started the movement here about how the market will be filled only with creative entrepreneurs/startups who shares the vision. But it seems that PD Pasar Jaya are ignoring our agreement about it, with the fact that there are so many investors that bought the kiosk only to rent it back at a higher rental price. This is what is happening in the Pasar Santa right now. And the one who are exposed to this are the traders downstairs, with how the rent price are skyrocketed, those traders will have a hard time paying their rent.

H :
In a report by Republika.co.id, it was reported that the atmosphere of Pasar Santa is no longer enjoyable, with traffic jams around the area resulting the eviction of street merchants, where on the other hand, those street merchants are protesting the heavy use of cars from the visitors that caused the jam, do you guys have any thought regarding this matter?

S :
I think we need to clarify some points here – this Sustainable Santa movement has nothing to do with the street merchant’s eviction. The street merchant eviction is part of a program by the government of Jakarta, and it’s happening around Jakarta-not only in Pasar Santa area. The government is disciplining the illegal street merchants from around the city. Unfortunately, the eviction that happened around Pasar Santa is twisted by certain media to build an artificial dispute between the modern kiosk and the traditional ones. When the real fact is that there is no problem between us. The illegal street merchants is a whole different issue, it’s completely unrelated from our movement.

We also should avoid the use of word “eviction” here, because that isn’t what is happening exactly. It’s not like the merchants will get evicted. The threat that we are facing now is that most of the merchants will not be able to continue their business due to the irrational amount of the raise in rental fees, and also the existence of an opportunist realtor.

The main goal of Sustainable Santa is to keep the diverse ambiance and creative atmosphere around. Even if there’s a raise in the rental price eventually, it will come with a more rational number. So that the startups and the traditional sellers still be able to afford it.

H :
How’s the relation between the old kiosk owners and the modern ones?

S :
Our relation is healthy. We admit that it took time to get used to each other, just like any relations between human beings – people need time to get to know other people. The association already initiated events that involve all of Pasar Santa – from the basement to the top floor. We also made a program that builds a synergy between the sellers on the top floor to the bottom ones. This program is already running, Sepotong Kue kiosk and Legoh are the examples of food merchants that buy their groceries from the seller downstairs. The other example is how Mie Chino is adapting the program. Whenever the noodle kiosk got an order of beverages, Mie Chino passes the order to Kedai Minuman – a kiosk at the food court who already started their business when the second floor was still pitch black and empty. Sub Store also adapt this program by ordering cardboard box from the seller downstairs. These are the kinds of program we hope could be adapted by other merchants on the top floor. Imagine if those stores on the second floor adapting this program with their own ideas, I think it will be a better atmosphere for all of us.

H :
Do you guys have anything to say to the people who consider the conflict on Pasar Santa as a gentrification?

S :
If we don’t take quick response on this matter, I’m afraid that the gentrification could really happen at Pasar Santa. The indication is already there, and this Sustainable Santa Movement is our way to prevent it from happening. It’s not a problem that could be resolved instantly, though, because the problem is rooted in many elements of Pasar Santa. What we can do now is to promote the traditional merchants on our social media accounts. But this kind of program needs contribution from both side of the party, we hope that the traditional merchants could get inspired by our movement as well so that the idea of Sustainable Santa could really work.

H :
You said earlier that one of the resolutions of this issue relies on the willingness of PD Pasar Jaya to filter the people who are going to invest on Pasar Santa’s kiosks. Could you explain to us about this idea?

S :
The easiest way to do this is to ensure that the people who want to invest on the kiosks are startup businesses. I think, it is not a wise decision to let the people with a lot of capital to creep in the neighborhood, just to buy some kiosk and wait until the price is up, then to resell it at irrationally expensive prices. If we let this kind of thing happen, it is a matter of time when we see this phenomenon spread around the floor. One thing that should be underlined is that the market should be the place for real sellers, not for kiosk realtors. This is the other side of the problem that also taking a big part of the gentrification of Pasar Santa.

H :
I think that this kind of phenomenon also happened in a lot of other areas, what do you think will be the ideal way to resolve this?

S :
I think the one who really has the power to put an end to this problem is the government of Jakarta. Because the land rights of Pasar Santa is the government’s. So, it will be best for us if the government of Jakarta create regulations regarding this problem. I’m not quite sure about how to do this but if the government could take over these markets, and then they could make some kind of segmentation on every market so that they have clear concept for each one of them, and it will be easier for them to filter the ones who are going to invest on the market’s kiosk.

We did meet with the Governor of Jakarta to discuss our problem, and he initiated a brilliant idea about making a card to record the data of the tenant, so that they could monitor their activities. If there’s any sign of misuse of the kiosk, the government will repossess the stall. Overall, he agrees with the concept of this market as a business incubator for startups, and he is going to put some action to keep that spirit.

H :
There are a lot of negative sentiments towards the newer tenants of Pasar Santa, with phrases such as “capitalism has destroyed the businesses of the poor” and that what is happening is a “clash of classes” being said by our peers. What are your thoughts about this?

S :
Me personally, I believe that a new concept will create friction. People also tend to see things from a negative perspective instead of the positive. As we are in a creative collective who are trying to apply new ideas and concepts, there will always be negative sentiments that appear.

We don’t really care about what is being said about us on social media. The people saying those mean things aren’t doing anything about the situation – they aren’t making the situation better, only worsening, they aren’t contributing anything, if they are really critical and adamant, they should come here and discuss their ideas with us. Perhaps they have brilliant ideas we haven’t thought about.

I don’t think we need to dwell on the criticisms, because there is no point in doing so. We want to focus on Sustainable Pasar Santa and hopefully have the regulation we proposed applied here – that is what’s important.

H :
Like you mentioned before, this phenomenon is actually happening in other markets…

S :
Yes it is. Another issue that people have talked about is the traffic jams that the popularity of Pasar Santa has created. We have actually promoted the use of public transportation to come here, but the Jakarta mentality is instead to find a solution that creates new problems.

What we campaign is the use of public transportation. People have suggested that the market should improve its parking lot. We don’t believe that it will improve anything, to facilitate a new parking lot the market will have to sacrifice a part of the space – we don’t want that.

The market has been like this since the 70s, it’s a matter of the visitors adjusting to the market, not the market having to adjust to the visitors. If you are interested in visiting Pasar Santa, take a cab if you want to be comfortable, if you want to save money, take the bus – that’s the solution.

People complain about the traffic when they are the ones creating the traffic.

H :
How can people be aware of what is happening in Pasar Santa?

S :
We have written about it on PasarSantablog.Wordpress.com. We will also create flyers with barcodes that directs visitors to our petition on Change.org. Our Instagram account holder rotates every week, and will continue to campaign our cause.

H :
What can the people do help create a better a Pasar Santa?

S :
If people want to help create a sustainable Pasar Santa, then try visiting the kiosks downstairs instead of just the top floor. What we imagined in the past was a place where you can hang out and have a coffee upstairs, then go downstairs for grocery shopping. No matter how you see it, grocery shopping at the market will be cheaper than going to a supermarket.

The great thing about this market is that there are so many different vendors. Our friends who have become familiar with all the floors know where to get their dresses tailored, where to shop for groceries, etc.

H :
You have mentioned several times on your instagram account that you are open to help create other markets like Pasar Santa. Could you explain?

S :
We are open if there are people interested creating ideas for their markets. We are eager to share ideas and discuss helping their markets. We have so far been contacted by markets in Surabaya, Semarang, and Bekasi.

We are keen to help you develop new creative spot, either in traditional pasar or any out-of-the-box spaces. Enquire and email to pasarsanta@gmail.com

Salam #AnakPasar

Coexistence with Sustainable Pasar Santa

By Ve Handojo

pasarsanta_1

Pasti tidak sedikit yang pernah jalan-jalan ke pasar-pasar yang ada di Melbourne, Sydney, Amsterdam, atau kota-kota di Amerika, lalu berharap bukan dalam hati lagi, tapi diucapkan lugas, “Kalau saja pasar-pasar di Indonesia bisa seperti ini.”

“Bisa seperti ini” biasanya berarti menyenangkan untuk dikunjungi. Ada toko kelontong berdampingan dengan bakery. Ada lapak sayur-mayur yang berteman dengan kios produk-produk rancangan anak-anak muda kreatif. Ada toko kain yang berteman dengan toko t-shirt.

Pasti tidak sedikit yang pernah berharap bahwa kegiatan nge-mall setiap akhir pekan di Jakarta bisa diganti dengan sesuatu yang lain. Makan di restoran dengan harga mahal dan rasa yang begitu-begitu saja juga butuh alternatif.

Apakah itu artinya kita harus membangun sebuah gedung baru yang didisain khusus untuk jadi pasar jadi-jadian?

Pasar Santa sama sekali tidak dibangun dengan visi atau misi menjadi sebuah pasar seperti di Melbourne. Tidak ada infrastruktur fisik yang menunjukkan Pasar Santa direncanakan menjadi sebuah pasar yang bisa jadi objek wisata. Koridor-koridor sempit. Lahan parkir sangat terbatas. Sirkulasi udara tidak ideal.

Memang tidak sepatutnya Pasar Santa dipaksakan menjadi tempat nongkrong anak muda.

Namun, apakah sepatutnya lantai atas Pasar Santa menjadi mati selama tujuh tahun? Apakah sepatutnya ratusan kios terbengkalai tanpa ada yang menggubris? Apakah sepertiga dari potensi ekonomi rakyat dipadamkan begitu saja?

Selama tujuh tahun, baik Pengembang (Developer) maupun PD Pasar Jaya seolah tidak punya ide untuk menghidupkan potensi ini. Selama tujuh tahun, pemilik-pemilik kios di lantai atas melupakan investasi mereka begitu saja; listrik tidak dibayar, retribusi tidak dilunaskan, pajak tidak ditunaikan. Kios-kios tersebut menjadi kuburan bayi. Usahanya belum juga dimulai, tapi sudah divonis mati.

Padahal, Pasar Santa selalu bersih, selalu aman, dan selalu strategis. Kenapa tidak berkembang? Kenapa selama tujuh tahun PD Pasar Jaya dan Pengembang (Developer) buntu ide?

Ketika kopi dan piringan hitam menjadi daya tarik anak-anak muda dan kalangan kreatif untuk datang ke Pasar Santa, lantai atas ini jadi terlihat seksi. Anak-anak muda merasa bukan hanya tempat, tapi juga kesempatan buat memperkenalkan ide-ide kreatif mereka ke publik. Ide-ide kreatif yang akan terpaksa jadi komersil kala dibebani biaya sewa di shopping mall.

Dan, tiba-tiba saja – tanpa rencana, tanpa persiapan, tanpa perhitungan – Pasar Santa jadi wadah yang menampung banyak ide kreatif.

Ketika masyarakat semakin menerima wajah Pasar Santa yang baru, dan media selalu lalu-lalang di koridor-koridornya untuk mencari berita menarik, siapakah yang siap untuk mengelola hal yang baru ini? Tidak ada. Siapakah yang memahami dan mampu mengimplementasikan teori tentang bagaimana dinamika ekonomi kreatif dengan pedagang tradisional semestinya dibina? Tidak ada. Siapakah yang cukup berkuasa untuk menentukan batas-batas pengembangan? Tidak ada.

Lantas, siapakah yang kini sibuk menelaah berbagai kelemahan dan ketimpangan Pasar Santa? Banyak. Siapakah yang asyik menggarisbawahi kesalahan-kesalahan berbagai pihak – mulai dari anak-anak muda yang buka kios mewah, PD Pasar Jaya yang kurang tanggap, pihak Pengembang yang sibuk jualan – tanpa peduli untuk memahami situasi dan kondisi Pasar Santa secara menyeluruh? Banyak. Siapakah yang bangga karena merasa dirinya cukup pintar untuk berkomentar soal Pasar Santa tanpa merasa perlu berkunjung dan berbincang-bincang dengan para pedagang kecil, pihak Pengembang, pihak PD Pasar Jaya, dan para “penghuni baru” Pasar Santa? Banyak sekali.

Pasar Santa yang sekarang berubah secara organik. Pasar Santa yang sekarang ini adalah sebuah barang baru yang tidak ada buku manualnya. Bisa jadi banyak teori, tapi apakah teori-teori tersebut bisa diterapkan atau tidak hanyalah mereka yang benar-benar setiap hari ada di Pasar Santa yang tahu.

Berbagai langkah sudah mulai dicoba diambil sejak berbulan-bulan lalu. Penghuni-penghuni baru membentuk asosiasi yang tujuan utamanya adalah menjalin hubungan, bahkan melindungi pedagang-pedagang lama di Pasar Santa yang hidupnya sangat bergantung pada kios-kios yang mereka sewa. Advokasi dan diskusi dengan PD Pasar Jaya dan pihak Pengembang sudah dilakukan selama berbulan-bulan. Interaksi antara pedagang lama dan pedagang baru juga dijalin lewat transaksi, silaturahmi, dan acara-acara bersama.

Usaha untuk bertemu dan berdiskusi dengan Bapak Gubernur DKI pun sudah lama kami coba, tapi belum juga terwujud.

Daya tarik komersil Pasar Santa semakin mengalahkan daya tarik kreatif. Demikian banyak peminat yang mau buka usaha di Pasar Santa yang kini ramai dan hidup. Mereka bawa uang, berani bayar mahal untuk satu kios. Mungkin tanpa mereka sadari, mereka membeli kios yang minggu lalu masih ditempati pedagang baju batik untuk mereka ubah jadi toko yang menjual barang mewah.

Banyak sekali pihak yang bisa dituding bersalah. Ada yang mau mengaku, ada yang tidak. Tuding menuding ini tidak akan membawa solusi apa-apa, dan juga tidak menjadikan penudingnya tambah pintar ataupun tambah bermakna. Bukan berarti isyu ini dibiarkan saja berlalu. Karena, pada saat ini yang menjadi korban adalah pedagang kecil dan pedagang lama di Pasar Santa. Mereka yang menghidupi keluarga lewat kios berukuran 2×2 meter persegi saja.

Itu sebabnya gerakan #SustainableSanta diluncurkan. Pada saat ini, sementara menerima kritik bahkan cacian sinis dari publik, kami para usahawan baru di Pasar Santa masih berharap ada dukungan juga. Dukungan terutama untuk melindungi para pedagang kecil dan pedagang lama di Pasar Santa. Dukungan yang diawali dengan menandatangani Petisi kepada Pak Ahok untuk Melindungi Pedagang Pasar Santa ini.

Ini bukan petisi untuk menjadikan Pasar Santa sebuah pasar modern dan keren seperti di luar negeri. Ini bukan gerakan menciptakan tempat nongkrong anak gaul Jakarta. Ini bahkan lebih dari sekedar permohonan perlindungan atas sekelompok pedagang di Pasar Santa.

Ini adalah bagian dari pembelajaran bersama. Bahwa ternyata ekonomi pasar tradisional yang seharusnya menjadi fondasi kita dengan mudahnya tergerus oleh ekonomi gaya shopping mall. Ada yang memang posisinya menjadi penonton dan komentator saja. Ada yang menjadi pemerhati yang berwawasan jauh ke depan.

Apabila semua gagal, dan Pasar Santa kembali jadi lumpuh sebagian, atau jadi “shopping mall bukan, pasar juga bukan”, kami yang terlibat langsung di dalam kisah ini mungkin dirugikan secara materiil. Namun, usaha yang kami lakukan, dan pembelajaran yang kami dapatkan nilainya jauh lebih tinggi daripada sekedar adu pintar (bahkan adu lucu!) berkomentar.

Ada Apa Dengan Pasar Santa

By RayNia “Sepotong Kue”

Belanja di Pasar

Cuaca panas berdebu menyambut kedatangan saya di parkiran belakang Pasar Santa. Bulan Juli 2014 lalu saya jarang memasuki parkiran belakang, karena area parkir masih banyak yang kosong di depan. Sekarang, kalau datang agak pagi masih memungkinkan saya parkir dibelakang, bukan karena manja harus membawa kendaraan, tapi bawaan saya biasanya terdiri dari satu cool box besar berisi pint pint es cream gelato yang di buat dirumah, beberapa tumpukan box bening isi sus buah dan sus kosong, dan beberapa kantong isi keperluan kios selalu memenuhi bagasi belakang hingga kursi penumpang yang membuat saya tidak mungkin naik kendaraan umum membawa semua ini sendirian. Seringkali saya tidak membawa kendaraan, tapi suami men-drop saya dan menurunkan semua barang, lantas dia pergi ke kantor. Tapi kalau dia dinas keluar kota terpaksa saya bawa semua sendiri.

Bapak penjaga parkir yang bertugas hari itu sibuk mengatur kendaraan, meminta saya menunggu untuk mencari tempat supaya saya bisa mudah menurunkan barang. Setiap hari bertemu mereka membuat kami biasa saling sapa, bercanda atau kadang curhat colongan singkat soal apa saja yang asik dibahas hari itu.

Pak Maman, petugas kebersihan lantai basement yang saya kenal cukup baik saat bekerja sama untuk kegiatan lomba masak di lantai basement tahun lalu pun sudah siap menunggu saya untuk membantu membawa barang yang saya tidak kuat angkat sendiri. Kami bersama sama mengangkut modal dagangan hari ini ke kios, sambil sedikit bercerita soal pasar hari itu dan Sedikit rejeki saya berikan buat Pak Maman sekedar untuk dia membeli minum dan sedikit kue dari rumah saya siapkan untuk teman kopinya.

Melawati Toko Sabar yang menjual bahan bangunan saya melambaikan tangan ke Bu Sabar, betapa toko ini banyak membantu saya saat merenovasi kios dulu. Budget yang pas – pas an, kebutuhan mendadak, Bu dan Pak Sabar dengan senang hati memberikan barang kebutuhan warung dan bilang, bayarnya nanti yang penting kiosnya selesai dulu. Bu Sabar terlihat agak pusing hari itu, mungkin karena banyak yang belum bayar tagihan seperti saya dulu hehehe… Bu Sabar pun beberapa kali mampir ke kios saya, saat saya tidak mau menerima pembayaran dari dia, dia memaksa dan bilang,: “Jangan.. ini kan dagangan”.

Kalau sedang mengantuk sesekali saya mampir di Dapoer Kopi di dekat tangga milik Mas Gani dan Mbak Christine yang sudah lama ada di pasar, memesan kopi Yale yang ditubruk dan diseruput jadi jaminan melek hingga malam nanti. Tujuh ribu rupiah secangkir, rasa kopi Indonesia asli. Lain hari, barista barista terbaik @abcd_coffee pun selalu siap menyuplai kafein dengan sukarela sebagai bentuk perwujudan kerukunan bertetangga sesama #anakpasar

Sampai di depan kios, saya mulai membuka rolling door, mengeluarkan kursi, menyapu dan mengepel sekitar kios sendiri. Mas Cimin yang bekerja di kios Siomay Tiban atau tiga ceban disebelahku tersenyum dan menyapa : “Sendirian aja Bu…”. Saya balas dengan senyum dan meledek dia karena terlihat keren hari itu dengan gaya pakaiannya yang makin hari makin trendy saja mirip pengunjung Pasar Santa saat ini. Belum sebulan saya punya bala bantuan mengurus warung. Anto, anak muda yang tinggal di kampung poncol lulusan STM dan pernah kerja di sebuah bakery di Jakarta ini ikut membantu saya di kios. Hari itu dia tidak masuk, katanya pusing habis kebanjiran. Anto termasuk cepat belajar, dan mau belajar, saya menganggapnya sebagai adik mungkin anak, karena semangatnya bekerja. Ya saya baru mampu mempekerjakan satu orang di kios, karena kios saya memang tidak besar, cuma 2×2, barang dagangannya pun tidak terlalu banyak. Senang bisa berbagi rejeki dengan Anto yang rajin membantu orang tuanya dirumah. Senangnya dari hari ke hari saya melihat teman teman disini pun sudah banyak yang membuka lapangan pekerjaan untuk Anto Anto lainnya.

Kalau jelang weekend biasanya saya beli bunga dari toko toko bunga di parkiran belakang pasar. Beberapa toko punya gaya merangkai masing masing. Saya pernah terkagum kagum dengan salah satu toko yang membuat dekor untuk pernikahan, menggunakan ranting kering dan lampion yang disusun cantik. Penjualnya bilang ini pesanan khusus, dan dia mengajari saya sedikit trik membuat rangkaian ranting seperti itu. Banyak teman teman di pasar juga membeli disana, untuk dipajang di toko masing masing. Karena sudah punya langganan kadang saya tinggal menyapa si akang kembang di bawah, tak lama kemudian dia muncul dikios saya membawa seikat kembang yang saya pesan. Diapun langsung menawarkan bantuan menyusunnya di botol atau vas yang biasa saya gunakan.

Sebelum memulai berjualan, biasanya saya sudah punya catatan kebutuhan apa yang harus saya beli, dan saya segera turun ke bawah untuk membeli barang barang itu karena kalau sudah mulai buka toko, saya engga akan sempat belanja.

Sayapun turun ke lantai basement, menemui Anto, kali ini bukan Anto yang bantu saya di kios, namanya sama Anto juga, dia langganan saya untuk bahan bahan kemasan es krim, mulai dari cup es krim dan lidnya, tissue, plastik, piring kertas, doileys paper, sendok es krim, box, plastic wrap berkualitas baik pun ada disini.

Kalaupun kebutuhan saya ada yang tidak tersedia disini, saya beranjak ke toko lainnya atau minta dicarikan suppliernya. Kalaupun mendadak saya tidak bisa turun kebawah, dua nomor telpon Anto sudah siap di ponsel, tinggal di telpon dan menyebut apa saja yang kurang, Anto dengan senang hati mengantar ke warung. Kalaupun toko ini sudah tutup dan saya butuh sesuatu dimalam hari secara mendadak, Anto bilang, tinggal cari Pak Maman, dia pegang kuncinya, tinggal ambil barang dan bayarnya besok saja, wah indahnya dunia.

Disamping tokonya Anto, satu toko yang menjual segala bahan makanan pun siap menyediakan Nutella, Herseys syrup, walaupun kadang kehabisan karena keburu diborong tetangga di atas. Toko ini selalu menginfokan kalau mereka punya barang baru. Daun Thyme, Rosemary, Basil, dan bumbu bumbu masakan Italia saja tersedia lengkap disini, ngga harus beli dalam jumlah besar, karena mereka siap dengan kemasan yang kecil dengan harga terjangkau. Saya pernah minta dicarikan Vanilla Bean untuk bahan es krim saya, cuma mereka belum sanggup.

Disamping toko ini ada chiller berisi susu segar yang siap di beli. Nanti limbah box susunya bisa di kumpulkan di Sawo Kecik, teman teman diatas sana siap menyulapnya jadi dompet, dan benda benda lucu lain.

Menyusuri los bahan segar, saya biasa mampir ke kios yang menjual bumbu dapur dan bahan jamu, untuk membeli kebutuhan kalau lagi mau bikin bir pletok. Terus kedepan ada yang menjual buah, cari strawberry atau kiwi untuk bahan garnished kue sus buah ada disini. Di los sayur daging ini kalau sedang niat mau masak untuk dirumah ya saya mampir. Sambil ketemu Pak Yanto penjual kelapa yang pernah menang di kompetisi masak Santa Satu Suro karena masakan ikan gulai bertema ngeri ngeri sedapnya. Dia berkolaborasi dengan mas Heri pengunjung Pasar Santa waktu itu

Pak Yanto

Nah, di basement juga ada warteg ala pasar, yang dioperasikan oleh Mas Tono dan Mbak Tini yang jual sop daging segar buat makan pagi atau siang. Merekapun ikutan lomba waktu itu hanya saja kalah oleh Pak Yanto.

Selesai belanja kebutuhan kios, saya naik kelantai dasar, mau menjahitkan kain batik ke Kang Yandi, di penjahit Karisma. Kang Yandi lelaki sunda yang memang berkarisma sejak awal sudah membantu saya menyiapkan keperluan kios, dari mulai upron, kanopi, dia jahitkan dengan rapi. Kang Yandi pekerja keras yang malu kalau diajak ke lantai atas. Entah kenapa harus malu, kadang sembari pulang saya sesekali meninggalkan sedikit kue di kiosnya buat nemenin dia kerja. Beberapa teman saya sudah jadi korban dari hasutan saya karena jahitan kang Yandi ini. Soal jahit menjahit aman judulnya di pasar Santa. Mau permak jeans, dari lima ribu sampai lima belas ribu rupiah bisa.. tergantung permaknya. Jejeran penjahit siap membantu. Mau bikin batik, seragam tinggal pilih, mau dijahit sama yang mirip Mad Dog di film The Raid juga ada. Saya sering senyum sendiri kalau lewat los jahit ini, karena seringkali sayup sayup ada lagu lagu dangdut, dangdut koplo, atau lagu khas daerah yang di setel dari radio atau compo yang menemani mereka bekerja.

Screen shot 2015-02-17 at 1.29.26 AM

Di lantai atas ada juga Kang Anwar, pembeli setia kue saya yang tinggal di Depok. Dia sudah lama sewa kios di Pasar Santa untuk usaha jahitnya. Kang Anwar sudah punya langganan instansi yang lumayan banyak. Terlihat dari banyaknya koleksi pakaian yang dia gantung di kiosnya. Dari instansi pemerintah sampai seragam pasukan khusus pernah dibuatnya. Belum lama dia juga bikin kemeja berbahan flannel yang sedang trend, dan tentu saja saya beli beberapa untuk orang dirumah ☺ Belum lama Kang Anwar juga membordirkan penutup kepala untuk dipakai di kios saya, bahkan dia memotret sendiri dan melakukan inovasi di desainnya.

Kang Anwar cerita, dulu dia diminta kepala pasar ikut mencari pedagang untuk mengisi pasar santa. Diberikan kios gratis selama beberapa bulan. Dia ikut menawarkan ke pedagang di PIK tapi tidak ada hasil. Siapa yang mau berdagang di tempat sepi, katanya.

Lantai atas pertengahan tahun lalu masih gelap gulita, kalau mau pesan es jeruk ke warung Bang Jangkung di area foodcourt saya selalu minta ditemani. Karena ngeri, takut ada yang colek hihihi.. Bisnis Bang Jangkung semakin membaik karena @OkaOke punggawa dari @Mie.Chino mengajak bermitra. Bermodal handy talky yang dibeli Oka, Bang Jangkung siap mengantar pesanan es Jeruk ke pembeli mie chino, tanpa di mark up harganya. Kalau saya mati gaya mau makan apa, ya mie instant Bang Jangkung selalu ada.

Salah satu sosok ‘Hero’ buat kami anak pasar adalah Pak Budi. Lelaki berjenggot yang serba bisa hampir seperti Mac Gyver ini bekerja sebagai pic untuk tagihan listrik di seluruh pasar. Dia selalu pakai tas pinggang yang dipakai seperti selempang dan tumpukan kertas tagihan listrik yang semakin tebal akhir akhir ini. Dia juga yang mengurus segala urusan saluran listrik, air dan jadi handyman teman teman. Saking banyak yang mencari Pak Budi, kami #anakpasar pernah menyerukan gerakan #SavePakBudi karena kami melihat Pak Budi yang baik hati dan tidak pernah menolak mengerjakan hal baik ini terlihat kecapaian. Dulu Pak Budi masih gampang dicari karena pasti kelihatan kalau dia sedang berjalan menyusuri los yang sepi.

Sekarang? Bukan cuma sulit mencari Pak Budi karena ramainya pengunjung, sayapun seringkali ngomel sendiri melihat orang orang yang datang ke Pasar Santa dan membuang sampah dan puntung rokok sesuka mereka. Padahal tempat sampah di depan mata, puntung rokok diinjak dimana mana. Saya engga sampai hati melihat petugas kebersihan seperti Mas Danang yang harus memunguti semua sampah walaupun memang sudah tugasnya, tapi orang yang buang sampah sembarangan itu sepertinya tidak tahu tata krama. Saya sendiri biasa memunguti sampah di area kios sendiri, dan selalu berusaha menjaga area saya tetap bersih sampai saya menutup rolling door. Paling tidak saya pingin meringankan beban Mas Danang dan teman teman yang setiap hari menahan kesal melihat kelakuan pengunjung yang sepertinya banyak yang sering ke mall tapi begitu kepasar masih tidak tahu atau tidak mau tahu dimana letak tempat sampah.

Belum lama saya juga emosi melihat pengunjung yang membuat tissue di toilet duduk. Saya bilang ke penjaga toilet yang sering saya titip uang ‘tabungan’ supaya kalau sudah engga tahan ke toilet tapi lupa bawa uang receh : Mas, ini harus ditempel pengumuman deh, walau udah banyak yang tahu, masih ada yang buang tissue di toilet. Dan esoknya langsung ada tuh pengumumannya ☺

Sesungguhnya banyak cerita indah yang terjalin antara saya dan tetangga di Pasar Santa. Kami, teman teman disini menghabiskan waktu lebih dari 8 jam sehari disini. Mulai dari persiapan jualan hingga mengepel lantai berjamaah saat hujan deras datang dan atap tidak mampu menahan airnya karena bangunan yang hampir delapan tahun kosong itu.

#SustainableSanta yang kami perjuangkan, adalah bentuk kepedulian kami, saya dan teman teman yang sejak awal ingin mengembalikan fungsi sosial pasar, cita cita kami yang awalnya ingin membuat orang kembali kepasar dan mendapatkan jajanan berkualitas dengan harga pasar, dan berinteraksi satu sama lain tanpa ada wifi yang terkadang membuat orang jadi sibuk sendiri.

Disini : https://pasarsantablog.wordpress.com mungkin kamu bisa mendapat penjelasan kenapa #SustainableSanta ini harus dilakukan.

Dipelopori @abcd_coffee @substore_ @bearandcoffee @mie.chino @post_santa dan teman teman lain, kami tidak pernah mengira kalau Pasar Santa menjadi berkembang seperti ini, karena kami dulu hanya orang orang biasa yang punya mimpi besar, berbekal kejujuran dan kreatifitas juga usaha keras. Bukan kami tidak senang dengan apa yang telah kami capai, kami malah ingin berbagi semangat ini ke teman teman yang ingin menghidupkan pasar lainnya dengan senang hati, tapi kami tidak ingin kemajuan ini malah memecah belah keluarga besar kami.

dari @PostSanta

Terimakasih untuk segala supportnya, terimakasih untuk memberi dukungan yang akan membuat keberadaan Pasar Santa sebagai ruang publik alternatif yang berkelanjutan ini dapat terwujud, di mana tak satu pedagang lama pun yang tergusur karena tak kuasa mengahadapi pemilik modal yang lebih besar.

*gambar diambil dari instagram @pasarsanta dan @sepotongkue